Thursday, July 31, 2008







NTT Baru, is Possible Mission and NotOnly a dream

Gabriel Adur

Memahami NTT secara baru adalah sebuah kemungkinan yang paling mungkin menuju NTT Baru. Pemahaman yang baru itu tidak pernah terlepas dari realitas perjalananan masyarakat yang menjadi saksi hidup tentang hiruk pikuk dan carut marutnya roda pembangunan yang berlabelkan kesejahteraan rakyat tapi pro kepentingan elite dan golongan. Di sisi lain pemahaman baru tentang NTT tidak pernah terlepas dari Kemiskinan masyarakat yang menjadi label pembangunan di NTT. Hal ini menjadi acuan yang paling signifikan tentang semua janji-janji manis pembangunan pemerintah dan yang menduduki tahta rakyat NTT di parlemen yang bekerja sebagai penyambung aspirasi rakyat tapi pro korupsi, kolusi dan nepotisme.

Dalam hal ini kita melihat adanya realitas pemiskinan struktural dan usaha yang tepat untuk menciptakan kemiskinan bagi masyarakat miskin dan strategi jitu menambah kekayaan bagi yang sudah kaya. Dengan kata lain, formulasi pembangunan di daerah kita adalah formulasi bisnis tanpa etika yang secara tepat dikatakan sebagai Pembangunan tanpa hati nurani. Sehingga masyarakat miskin dan dimiskinkan hanya menjadi pengemis-pengemis pembangunan, yang nasibnya dijual belikan di meja-meja perundingan elite.

Tentang realitas buram dalam masyarakat kita di tengah bergulirnya roda pembangunan ini Mohatma Gandhi pernah berujar bahwa paling kurang ada tujuh dosa Sosial dalam pembangunan yang menghantui perjalanan sebuah masyarakat 1). Kekayaaan tanpa kerja (Reichtum ohne Arbeit) 2. kenikmatan tanpa hati nurani (Genuss ohne Gewissen) 3). Kesadaran tanpa Karakter (Wissen ohne Charakter) 4. Bisnis tanpa moral ( Geschäft ohneWissenschaft ohne Charakter) 6). Agama tanpa Kurban ( Religion ohne Opfer ) dan 7). Politik tanpa Prinsip ( Politik ohne Prinzipien ) ( Ernst & Engel : Sozial Ethik Konkret , 2006). Ketika ketujuh dosa sosial ini dan juga dosa-dosa sosial lain bekerja secara intens dalam sebuah masyarakat sebagai sebuah organisme maka yang terjadi adalah adanya kanker sosial yang menciptakan masyarakat yang sakit dan miskin. Moral ) 5. Pengetahun tanpa Kemanusiaan. (

Logika ini mungkin berlaku, pembangunan yang berlandaskan pada idiologi yang sakit, menciptakan aparat pembangunan yang sakit. Aparat yang sakit menciptakan agenda pembangunan yang sakit dan akhirnya melahirkan pembangunan yang sakit. Hasil dari pembangunan yang sakit adalah masyarakat sakit dan miskin. Ketika masyarakat yang miskin dan sakit-sakitan tak memiliki kekuatan untuk mengontrol roda pembangunan, maka yang terjadi adalah tak ada kontrol sosial pembangunan dan terjadilah pesta sakit aparat yang sakit. Hasil dari pesta pembangunan aparat yang sakit dan bermodalkan dana pembangunan untuk mengusahakan kesejahteraan rakyat melahirkan ribuan koruptor dan mafia pembangunan yang sakit maka terjadilah rantai makanan orang sakit dan labirin penyakit sosial dalam masyarakat kita yang sulit disembuhkan.

Di sisi lain, ketika masyarakat yang miskin dan sakit-sakitan juga doyan menciptakan penyakit dengan berjudi, mabuk-mabukan, tawuran di jalan-jalanan, merampok, berpesta pora dan menciptakan perang-perang tanding untuk saling membinasakan satu sama lain, maka masyarakat jelata ini tak pernah terlepas dari kelatahan yang melemahkan nadi-nadi dan asa untuk membangun diri secara santun, kritis dan penuh harapan. Di sini masyarakat mensia-siakan kerinduan yang mungkin dapat direalisasikan yakni membangun diri menuju kesejahteraan dan kemakmuran dalam keluarga. Inilah sisi-sisi buram yang mendandani pesta pora pembangunan dan pawai masyarakat kita di tahun 2007 yang hampi berlalu ini.

Di tengah realitas buram pembangunan ini, masih ada keberhasilan pembangunan yang menjadi kekuatan komunal dan kolektif untuk membangun diri ke depan. Keberhasilan pembangunan ini juga menjadi sebuah acuan untuk menciptakan paradigma pembangunan di NTT yang berlandaskan pada kemanusiaan dan kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, sisi positif pembangunan merupakan sebuah pintu menuju NTT baru. Keberhasilan yang diraih ini juga merupakan titik tolak untuk membangun pemahaman yang baru tentang NTT yang baru. kalau masyarakat NTT tidak mengakui dan melihat adanya kemajuan pembangunan maka ini juga adalah sebuah dosa dan penyakit sosial pembangunan.. Penyangkalan radikal atas sisi positif pembangunan yang dicapai juga adalah sebuah prilaku sosial masyarakat yang kurang realistis dan sulit diterima. Karena dalam sebuah pembangunan kedua aspek ini tetap berjalan berdampingan. Tak ada kesuksesan pembanguna tanpa kegagalan. Bagaimana meminimalisasikan efek negatif dari pembangunan menjadi sebuah pekerjaan Rumah kita semua.

Menoleh kembali pada dua hasil pembangunan yang telah dan sedang digalakan di daerah NTT adalah sebuah modus operandi yang positif untuk bisa mengevaluasi perencanaan pembangunan, motiv dan tujuan pembangunan serta merefleksi kembali konkretisasi semua elemen ini dalam tindakan nyata ataua kebijakan-kebijakan dalam membangun NTT. Di sini, mungkin perencanaan, motiv dan tujuannya bagus dan nampaknya pro kepentingan rakyat tapi cara dan kebijakan yang diambil sebagai langkah konkritnya kurang elok dan kurang merakyat. Di sisi lain, rakyat yang hendak mengontrol jalannya roda pembangunan sedikit memiliki peluang untuk melakukan itu secara efektif. Dan mungkin dalam memanfaat kesempatan yang sedikit itu lebih banyak memberikan kritik yang tidak konstruktif dan juga dengan cara yang kurang elok.

Semua itu mungkin kita akhiri seiring dengan pergantian tahun 2007 yang akan berlalu. Kita sambut tahun baru 2008 dengan sebuah paradigma baru untuk membangun NTT ke depan. Ini adalah sebuah penegasan yang mungkin dapat diterima secara ikhlas dengan akal sehat dan kesadaran hati untuk memasuki NTT baru. Di sisi lain, penegasan ini tidak bermaksud untuk menciptakan sebuah utopi tapi sebuah kerinduan yang mungkin perlu dikonkretisasikan dalam membenah diri sebagai pemerintah, aparat pemerintah, wakil rakyat dan rakyat NTT secara menyeluruh.

Sebagai bagian dari rakyat NTT melalui tulisan ini, penulis coba menyodorkan pemahaman baru tentang NTT baru. Hal ini penulis pikirkan hanya sebagai salah satu alternatif dari berbagai alternatif pemikiran yang dipikirkan oleh masyarakat NTT yang memang genius dalam berpikir. Di sisi lain, alternatif yang diberikan ini bukan merupakan sebuah kesimpulan, karena penulis tidak mau menjadi korban kesimpulan dari sekian banyak kesimpulan yang telah disimpulkan orang tentang pembangunan di NTT.

NTT baru adalah merupakan penjelmaan dari NTT lama. Dalam arti bahwa propinsi kita tetap merupakan sebuah propinsi lama yang telah diurutkan pada nomor sekian dari begitu banyak propinsi lainnya di Indonesia. Disebut sebagai NTT baru, ketika kita berupaya untuk mengubah dan memperbaiki berbagai prilaku yang menjadi penghambat kemajuan NTT yang lama.Dengan perubahan berbagai prilaku yang negatif itu kita bisa memberikan warna baru bagi propinsi kita. Kalau dulu mungkin orang katakan Nusa Tetap TErtinggal, sekarang kita mau memberikan jawaban positif bahwa Nusa Tidak lagi Tertinggal dan Terkebelakang atau tidak Termiskin.

NTT baru merupakan bentuk kumulatif dari berbagai pemikiran, daya dan tindakan nyata seluruh masyarakat yang memiliki beberapa hal ini:

1). Sense of Belonging, dalam arti semua orang NTT memiliki kesadaran bahwa NTT merupakan milik semua masyarakat, bukan milik suku, kelompok atau elite tertentu. Kesadaran ini memberikan bobot positif untuk menghindari bentuk hegemoni suku, kelompok atau elite tertentu yang memberikan peluang untuk menciptakan korupsi, kolusi dan nepotisme.

2). Sense of Responsibility. Kesadaran untuk bertanggungjawab terhadap jalannya roda pembangunan di NTT adalah kesadaran timbal balik. Pemerintah, aparat dan DPR bertangggunjawab untuk memajukan kesejahteraan rakyat dan rakyat bertanggungjawab untuk membangun diri secara lebih baik sebagai modal-modal percepatan pembangunan.

3). Sense of Brotherhood and Sense of Charity. Kedua hal ini tentunya lahir dari masyarakat yang masih memiliki tradisi religios dan sifat yang saling mengasihi. Dalam pembangunan menuju NTT baru keduayan menjadi Etika Sosial untuk mengedepankan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.

4). Construcktive Critic. Untuk menjaga kualitas pembangunan yang demokratis maka perlu adanya kritik. Kritik berarti adanya pemilaan yang pasti dan positif akan hal-hal yang tidak baik dan baik dari hasil pembangunan di NTT. Auto kritik pejabat pemerintah dan aparat misalnya sangat membantu untuk mengubah kinerja kerja ke depan. Di sisi lain, kritik yang konstruktif dari masyarakat terhadap kinerja kerja aparat adalah sebuah bentuk pengakuan dan apresiasi yang positif dari masyarakat atas hasil pembangunan yang dicapai, terutama keberhasilan pembangunan. Di sisi lain ini merupakan sebuah medium yang memberikan peluang kepada the agent of progressive and the agent of Development (Agent-agent pembangunan dan percepatan pembangunan ) masyarakat untuk melihat secara realistis sisi negatif dan positif dalam mengevaluasi diri demi sesuatu yang positif dan konstruktif ke depan.

NTT baru adalah sebuah penegasan tentang jati diri orang NTT yang menjadi agen-agen pembangunan itu sendiri. Dalam arti bahwa; kalau kita semua bergerak maju dalam nuansa demokratis , maka NTT bukan tidak mungkin menjadi daerah yang maju dan kaya karena hasil kerja keras kita semua. NTT baru adalah NTT yang diisi dengang berbagai Kreativitas, Inovasi dan mentalitas masyarakat yang membangun dan juga dinikmati dengan penuh demokratis tanpa terprovokasi oleh politik kepentingan dan interese kelompok dan golongan, dengan itu kita akan mengukir sebuah sejarah NTT yang baru sebagai hasil perjuangan yang jujur dengan kerja keras dan santun.

NTT yang baru membalik ungkapan Mohatma Gandhi adalah NTT yang dibangun di atas kesadaran hati untuk membangun. NTT yang dibangun dengan karakter kesadarn yang khas sebagai orang NTT. NTT yang dibangun dengan bisnis-bisnis yang memiliki Etika. NTT yang dibangun oleh ilmuwan dan masyarakat yang pro kemanusiaan. NTT yang dibangun dengan kekuatan spiritual dan juga umat beriman yang tahu beramal, berkurban dan bersedekah. NTT baru adalah sebuah propinsi lama yang terus dibarui dengan politik yang memiliki prinzip dan berorientasi pada rakyat.

Penulis cuma sekali lagi mau menegaskan bahwa NTT baru adalah sebuah kerinduan yang dapat diaktualisasikan. Namun, hal ini tetap berpulang pada kita semua. NTT baru sebuah misi kolektif kita yang Mungkin ( possibel Mission ) dan bukan cuma sebuah Mimpi seorang penyair di waktu senggang. Kenapa tidak. Selamat Memasuki Tahun 2008. Vini, Vidi, Vici.

Prev: Heilige NAcht
Next: Globalisasi dan kesiapan lokal Masyarakat NTT

reply share


audio reply video reply

Add a Comment


For:


Add a comment to this blog entry, for everyone

Send gabrieladur a personal message




Subject:





-


Quote original message






© 2008 Multiply, Inc. About · Blog · Terms · Privacy · Corp Info · Contact Us · Help

No comments: