Friday, December 5, 2008

End of An Error

Membangun Bangsa Tanpa Bendera

(ilusi membangun negeri tanpa kolusi persembahan Rakyat NTT)


Bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa menghargai pahlawannya…, pepatah ini baik tetapi tak sempurna. Menghayati dan meneladani sikap-sikap positif para pahlawan yang kita miliki jauh lebih penting dari sekedar menghargai, karena disinilah letak kesetiaan dan loyalitas anak bangsa dalam bernegara yang telah dibangun The Founding Fathers negeri ini. Negara Kesatuan RI yang plural ini, yang memiliki beragam bahasa, etnik, budaya, kepercayaan, agama dan ribuan pulau beserta warna-warninya seharusnya menjadi kebanggaan tersendiri bagi republik ini. Kini semua tinggal ratapan, negeri ini diambang kehancuran, nasionalisme yang tersulut hanya basa-basi politis yang dipropagandakan politisi busuk yang mementingkan kekuasaan dan kedigdayaan atau dengan kata lain sekedar cari nafkah diparlemen. Realita yang terjadi adalah fakta yang obyektif di saat semua tayangan TV menampilkan kebrobokan semua kasta dalam masyarakat, dari parlemen yang korup, jaksa yang mudah disuap, prilaku asusila dari oknum-oknum DPR , pejabat pemerintah dari pusat hingga ke daerah bahkan garda moral yakni oknum guru pun sudah tertular dengan penyakit masyarakat, dan celakanya lagi, aparat kita sering tebang pilih dalam menangani kasus tersebut. Disharmonisasi dalam sosio-kemasyarakatan kian tampak, meski banyak pameo dari yang bernilai agamis, universal, filsafat-kultural untuk membentengi pesimistisme yang berkembang dalam masyarakat seolah tak lagi memiliki tuah. Hingga bayangan kehancuran yang dimulai dari kanibalisme ekonomi yang menyulut konflik vertical yang diikuti konflik horinsontal tinggal menunggu waktu.

Tentang realitas buram dalam masyarakat kita ditengah bergulirnya roda pembangunan ini Mahatma Gandhi pernah berujar bahwa paling kurang ada tujuh dosa Sosial dalam pembangunan yang menghantui perjalanan sebuah masyarakat 1). Kekayaaan tanpa kerja (Reichtum ohne Arbeit) 2. kenikmatan tanpa hati nurani (Genuss ohne Gewissen) 3). Kesadaran tanpa Karakter (Wissen ohne Charakter) 4. Bisnis tanpa moral ( Geschäft ohne Moral ) 5. Pengetahun tanpa Kemanusiaan. ( Wissenschaft ohne Charakter) 6). Agama tanpa Kurban ( Religion ohne Opfer ) dan 7). Politik tanpa Prinsip ( Politik ohne Prinzipien ) ( Ernst & Engel : Sozial Ethik Konkret , 2006). Ketika ketujuh dosa sosial ini dan juga dosa-dosa sosial lain bekerja secara intens dalam sebuah masyarakat sebagai sebuah organisme maka yang terjadi adalah adanya kanker sosial yang menciptakan masyarakat yang sakit dan miskin.

Machtvorming (pembuatan kuasa) adalah jalan satu-satunya untuk memaksa kaum sana tunduk kepada kita...,dan Karl Marx pernah berpendapat ” tak pernah suatu kelas suka melepaskan hak-haknya dengan kemauan sendiri... (nooit heef een klasse vrijwllig van haar bevoorrechte positie afstand gedaan).., dan ini pun saya tegaskan bahwa selama rakyat NTT belum mengadakan suatu macht yang maha sentausa dan selama rakyat itu belum bisa mendorongkan semua kemauaannya dengan suatu kekuasaan yang teratur dan tersusun, maka selama itu imperalis yang mencari keuntungan sendiri akan tetap memandang bangsa NUSA TENGGARA TIMUR bak seekor kambing penurut dan terus mengabdikan segala tuntutannya...

Kemakmuran yang bermartabat adalah harga mati bagi rakyat NTT. Kemakmuran yang didapatkan karena belas kasihan dari bangsa lain adalah sebuah kesalahan terbesar terhadap nenek moyang kita.. End of an Error (mengakhiri sebuah kekeliruan) sejarah....NTT yang sgalanya ada haruslah kita olah, kita rawat dan kita lestarikan..Mari kita bangun dengan penuh kesadaran dan rasa persaudaraan dengan menepis segala ketamakan yang pada akhirnya hanya menyengsarakan rakyat FLOBAMORA. Sebuah keyakinan dalam berjuang sangatlah diperlukan apalagi ketika kita membutuhkan suatu dukungan moril. Kita bergerak karena kesengsaraan kita, kita bergerak karena keinginan akan hidup layak dan sempurna. Kita bergerak tidak karena ” ideal” saja. Kita bergerak karena ingin cukup makanan, ingin cukup pakaian, ingin cukup minum, seni dan kultur – pendek kata kita bergerak karena ingin perbaikan nasib didalam segala bagian-bagian dan cabang-cabangnya.

Jika ditilik pada kondisi saat ini, rakyat NTT sudah jemu dengan sgala ketimpangan situasional yang terjadi, seperti kasus korupsi: dan menurut laporan ICW dan publikasi liputan 6 Siang yang ditayangkan SCTV tanggal 28 November 2008 tertulis Kota Maumere merupakan Kabupaten Terkorup no 1 di Indonesia karena menduduki peringkat 1. Ironis daerah yang terkenal karena rawan pangan justru surprise dengan kasus korupsinya yang mungkin takkan pernah terungkap dan tidak dipungkiri kebijakan Top– Down masih berlangsung (terkesan merugikan karena menjadi pilot project sebuah proyek raksasa yang fiktif dan penuh manipulir). Jadi tak salah jika suatu ketika terjadi revolusi sosial kalau kondisi sedemikian rupa terus berlangsung. Dan wajar kalau rakyat marah dan wajar rakyat memberontak karena hukum telah berpihak dan bukan ditegakkan. Perjuangan rakyat NTT masihlah berat, butuh keberanian, pengorbanan yang tak sedikit. Mengembangkan wawasan dan citra diri yang sesungguhnya untuk melawan suatu kejahatan yang maha hebat di bumi Flobamora. Martabat rakyat NTT telah diinjak-injak oleh oknum aparatur negara. Rakyat NTT tak lelah untuk berjuang, Rakyat tak lelah bersuara, rakyat NTT takkan berhenti dalam membuka ruang peradabannya dan kita sedang mengawalinya.

Sebelum revolusi kemerdekaan RI tahun 1945, atau tepatnya tahun 1921 berdiri sebuah organisasi di Kupang dengan nama TIMOR VERBOND (Perserikatan Timor) yang bertujuan ” Memajukan masyarakat Nusa Tenggara serta meningkatkan pembangunan dan pengembangan spiritual dan moralitas rakyat serta memajukan keejahteraan mereka”. Semangat persatuan yang diwariskan organisasi ini telah ditelanjangi oleh UU yang disahkan oleh DPR beberapa kurun waktu yang lalu seperti: UU Peradilan Agama 1992, UU Susdiknas 2002 dan yang terakhir UU Pornografi 2008. Produk UU ini diyakini telah menyakiti rakyat NTT karena disinyalir berpihak pada komunitas tertentu yang ingin menegakkan hukum syariah sebagai hukum negara, dan secara perlahan ingin mengganti ideology Pancasila.. Apa yang benar adalah bahwa pemahaman kita tentang berbagai persoalan tersebut selalu bersifat sebagian dan subyektif, dengan kejadian yang lebih bersumber dari kebutuhan kita, untuk memaksakan suatu jenis keteraturan intelektual pada kebingungan yang merebak diantara kita, ketimbang dari realitasnya sendiri.

Ilustrasi perjuangan rakyat NTT kali ini mengingatkan kita pada ucapan salah satu pejuang Kemerdekaan Timor Leste yaitu Uskup Carlos FX Bello, beliau pernah berkata ” kami sendiri berjuang untuk integrasi, tetapi bukan integrasi seperti sekarang ini melainkan integrasi yang lebih bermartabat. Saya kira semua aspirasi haruslah didengar dan dibicarakan............” andai merdeka memang sebuah pilihan !

Mikael Risdiyanto SB

(Wartawan Warta Nasional Jakarta)

Biro - NTT

No comments: